Bekasi, Berita Pemberantas Korupsi – Pemerintah Kabupaten Bekasi dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) untuk tahun yang berakhir sampai dengan 31 Desember 2018 (audited) menyajikan realisasi Pendapatan Pajak Daerah sebesar Rp1.656.040.118.349,74 atau 92,06% dari anggaran yang ditetapkan sebesar Rp1.524.558.299.000,00. Dari realisasi Pendapatan Pajak Daerah tersebut, diantaranya merupakan realisasi Pendapatan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar Rp715.689.168.129,00.

Prinsip dasar pengelolaan BPHTB Kabupaten Bekasi adalah self assessment, dimana Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung dan membayar sendiri pajak yang terhutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) BPHTB dan melaporkannya tanpa mendasarkan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD).

Pemerintah Kabupaten Bekasi telah menyusun sistem dan prosedur pemungutan BPHTB sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bupati Bekasi Nomor 47 tahun 2017. Selain itu, Pemerintah Kabupaten Bekasi juga telah menyediakan aplikasi E-BPHTB. E-BPHTB adalah aplikasi yang dibangun untuk memudahkan PPAT/PPATS dalam proses pengadministrasian BPHTB. WP melakukan pembayaran BPHTB terhutang dengan menggunakan SSPD atau Nomor Bayar BPHTB yang dicetak melalui aplikasi/sistem E-BPHTB. Dengan aplikasi EBPHTB ini, PPAT/PPATS dapat secara mandiri menyusun Laporan Penerbitan Akta yang selanjutnya menyampaikan secara online kepada Badan Pendapatan Daerah (Bapenda). PPAT/PPATS mempunyai kewajiban melaporkan pembuatan akta atau risalah lelang perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan kepada Bapenda paling lambat pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.

Hasil pemeriksaan atas database E-BPHTB menunjukkan bahwa Bapenda dan PPAT/PPATS belum sepenuhnya memanfaatkan Aplikasi E-BPHTB secara optimal. Berdasarkan database E-BPHTB diketahui terdapat informasi tentang Nomor dan Tanggal Akta Jual Beli (AJB) yang diisi oleh PPAT/PPATS. Namun dari 45.148 transaksi SSPD dengan status penelitian “sesuai” selama tahun 2018, hanya sebanyak 2.295 transaksi yang mengisi  Nomor dan Tanggal AJB atau sekitar 5,08%. Selain itu, tidak ada PPAT/PPATS yang memberikan Laporan Penerbitan Akta melalui aplikasi E-BPHTB. Konfirmasi kepada Kepala Sub Bidang Verifikasi dan Validasi BPHTB dan uji petik dokumen Laporan Penerbitan Akta yang diterima Bapenda diketahui bahwa selama ini Bapenda menerima Laporan dari PPAT/PPATS setiap bulan berupa Laporan dalam bentuk hardcopy.

Hasil pemeriksaan lebih lanjut atas pengelolaan BPHTB menunjukkan Sanksi administratif berupa denda belum dikenakan kepada PPATS atas penandatanganan Akta yang mendahului pembayaran BPHTB sebesar Rp30.000.000,00

Hasil pemeriksaan secara uji petik atas Laporan Penerbitan Akta dan database pembayaran BPHTB diketahui terdapat empat transaksi penerbitan Akta yang tanggal terbitnya mendahului tanggal pembayaran BPHTB. Atas penerbitan Akta yang mendahului pembayaran BPHTB tersebut, Bapenda belum mengenakan sanksi administratif berupa denda kepada PPATS sebesar Rp30.000.000,00 (Rp7.500.000,00 x 4),

Hal tersebut tidak sesuai dengan; Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 7 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Perda; Kabupaten Bekasi Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah pada: 1) Pasal 64 ayat (1) yang menyatakan bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan/atau bangunan setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa SSPD; dan 2) Pasal 66 ayat (1) yang menyatakan bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan Kepala Kantor yang membidangi pelayanan lelang Negara, yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 64 ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) untuk setiap Pelanggaran; dan Peraturan Bupati Bekasi Nomor 47 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati Bekasi Nomor 1 Tahun 2011 tentang Sistem dan Prosedur Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Kabupaten Bekasi, Pasal 7: 1) Ayat (3) yang menyatakan bahwa Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) untuk perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan dari transaksi jual beli atau tukar menukar atau hibah atau pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya atau pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan atau peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap atau pemberian hak baru atau penggabungan usaha dan peleburan usaha atau pemekaran usaha atau hadiah atau penunjukan pembeli dalam lelang ditetapkan sebesar Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak; 2) Ayat (4) yang menyatakan bahwa Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan lebih dari satu kali dalam 1 (satu) Tahun Pajak hanya diberikan NPOPTKP untuk perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan yang pertama; dan 3) Ayat (5) yang menyatakan bahwa Besarnya nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP) untuk perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan dari hibah wasiat atau waris ditetapkan sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dengan Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan lebih dari satu kali dalam 1 (satu) Tahun Pajak yang diberikan NPOPTKP untuk perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan yang pertama.

Hal tersebut mengakibatkan, Potensi kekurangan penerimaan BPHTB atas penerapan NPOPTKP yang belum sesuai ketentuan sebesar Rp491.876.499,00; dan Pendapatan dari pengenaan sanksi administratif berupa denda kepada PPATS atas penandatanganan Akta yang mendahului pembayaran BPHTB kurang diterima sebesar Rp30.000.000,00. (RED)

LEAVE A REPLY

Please enter your name here
Please enter your comment!