Kuningan, Beritapemberantaskorupsi.com – Mendekati Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, poster yang menampilkan ucapan selamat kepada Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kuningan, U. Kusmana yang berbeda di medsos menimbulkan kontroversi.
Poster tersebut menyoroti pencapaian U. Kusmana sebagai salah satu kandidat enam besar dalam seleksi penghargaan PNS Inovasi Provinsi Jawa Barat. Namun, yang menarik perhatian publik adalah kehadiran pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Kuningan periode 2024-2029, Dian Rachmat Y. dan Tuti Andriani, dalam poster yang sama.
Poster ini turut memuat simbol partai-partai pendukung pasangan calon tersebut, seperti Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Buruh, dan Partai Hanura.
Keberadaan simbol partai dan foto pasangan calon di poster yang juga memuat pejabat ASN, memicu perbincangan hangat di kalangan masyarakat dan aktivis media, terutama terkait dengan netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN).
Sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN serta Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik ASN, ASN diwajibkan untuk netral dan tidak terlibat dalam politik praktis.
Netralitas ini berarti bahwa ASN tidak boleh secara langsung maupun tidak langsung mendukung atau mempromosikan calon tertentu dalam Pilkada.
Sebagai pejabat publik, tindakan U. Kusmana yang muncul dalam poster yang jelas-jelas mempromosikan pasangan calon tertentu, dianggap beberapa pihak sebagai pelanggaran terhadap prinsip netralitas ASN.
kejadian ini mendapat perhatian dari aktivis Media, Agung Sulistyo yang juga Pimpinan Redaksi Media Sahabat bayangkara Indonesia ( SBI), menurutnya, penggunaan sosok pejabat publik dalam konteks yang terlihat mendukung kandidat tertentu berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan melanggar aturan Pilkada.
“Ini bukan hanya soal pencapaian, melainkan juga soal integritas netralitas ASN. Masyarakat harus bisa melihat bahwa ASN menjaga Netralitas menjelang masa Pilkada,” Tambahnya.
Agung, menilai bahwa penggunaan gambar pejabat dalam poster kampanye bisa dianggap sebagai strategi untuk meraih dukungan publik dengan memanfaatkan prestasi ASN sebagai daya tarik bagi calon yang bersangkutan.
“Dalam beberapa kasus, mencantumkan nama pejabat atau instansi terkait memang kerap menjadi strategi agar calon terlihat dekat dengan masyarakat. Tapi hal ini perlu dikaji ulang, terutama soal pelanggaran aturan netralitas ASN dalam pilkada,” ujar Agung.
Menurut Agung, Bawaslu dan Kementerian Dalam Negeri diingatkan untuk terus memantau serta menegakkan aturan netralitas ASN menjelang Pilkada 2024. Dengan mengacu pada regulasi yang berlaku, Bawaslu berhak untuk memberikan sanksi bagi ASN yang terbukti melanggar, termasuk dalam bentuk peringatan atau sanksi administratif.
Hal ini dilakukan untuk menjaga keadilan dan transparansi dalam proses demokrasi, di mana ASN harus menjadi pelayan publik yang profesional dan bebas dari kepentingan politik.
Jika terbukti bahwa penggunaan foto U. Kusmana dalam poster tersebut dianggap sebagai pelanggaran, tindakan ini bisa menjadi preseden bagi pejabat lainnya dalam menjaga netralitasnya. Dalam era transparansi dan keterbukaan informasi, keterlibatan ASN dalam kampanye politik bisa merusak kepercayaan publik terhadap lembaga pemerintah yang seharusnya netral.
Kontroversi ini juga dinilai dapat mempengaruhi persepsi publik terhadap pasangan calon yang diusung dalam poster tersebut. Beberapa masyarakat menyayangkan bahwa apresiasi atas prestasi pejabat publik justru disandingkan dengan agenda politik, yang dapat menimbulkan kesalahpahaman tentang keberpihakan ASN.
Selain itu, munculnya polemik seperti ini menjelang Pilkada bisa menjadi isu sensitif, terutama dalam menjaga integritas dan netralitas proses pemilihan.
“”Ini harus menjadi pelajaran bagi semua pihak yang terlibat dalam Pilkada. Setiap calon dan pendukungnya harus berhati-hati dalam menggunakan visual atau nama pejabat agar tidak menimbulkan kesan adanya dukungan dari pihak ASN. Ke depan, diharapkan ASN maupun calon peserta pemilu lebih patuh pada aturan yang ada,” tutup Agung ( Ka – Biro GUNTUR )