PURWAKARTA, (BPK).- Mencermati adanya dugaan penyimpangan kebijakan yang dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Purwakarta, Deni Darmawan terkait perubahan jasa pelayanan (jaspel) dana kapitasi menjadi remunerasi, perlu dipertanyakan alasan dan pertanggungjawabannya.

Menurut Pengamat Kebijakan Publik, Agus Yasin, Minggu (6/11/2022), berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 6 Perpres 32 Tahun 2014, dana kapitasi adalah besaran pembayaran per-bulan yang dibayar dimuka kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan.

Berdasarkan Permendagri Nomor 79 Tahun 2018 tentang Badan Layanan Umum Daerah,  pada Pasal 23 ayat (2) menyatakan bahwa remunerasi adalah imbalan kerja yang diberikan dalam komponen meliputi gaji yaitu imbalan kerja berupa uang yang bersifat tetap setiap bulan, tunjangan tetap yaitu imbalan kerja berupa uang yang bersifat tambahan pendapatan di luar gaji setiap bulan.

Insentif yaitu imbalan kerja berupa uang yang bersifattambahan pendapatan di luar gaji, bonus atas prestasi yaitu imbalan kerja berupa uang yang bersifat tambahan pendapatan di luar gaji, tunjangan tetap dan insentif, atas prestasi kerja yang dapat ciiberikan 1 (satu)  kali dalam I (satu) tahun anggaran setelah BLUD memenuhi syarat tertentu.

Pesangon yaitu imbalan kerja berupa uang santunan purna jabatan sesuai dengan kemampuan keuangan,
dan atau pensiun yaitu imbalan kerja berupa uang.

“Karena satu sama lain alokasinya berbeda, maka tindakan yang dilakukan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Purwakarta melalui kebijakannya merubah dana kapitasi menjadi remunerasi. Adalah hal yang keliru, karena jelas dana kapitasi merupakan besaran pembayaran perbulan yang dibayar dimuka kepada tebaga kesehatan berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan,” katanya.

Agus menambahkan, remunerasi adalah jenis kompensasi lain yang diterima pegawai untuk pekerjaan mereka.

“Dengan kata lain ada hal yang berbeda terhadap hak keuangan tersebut. Maka apabila kebijakan itu diambil tanpa mengindahkan aturan dan atau menyimpang dari ketentuan, persoalan ini akan berakibat hukum. Baik menyangkut pengambilan kebijakannya, maupun penghilangan hak pegawai atas keharusannya sesuai aturan yang digariskan,” tuturnya.

Tentu, terhadap hal ini pihak Inspektorat harus melakukan peneriksaan baik secara adminustratif maupun pengalihan anggarannya.

Jika ternyata ditemukan hal-hal yang menyimpang, tentunya tindakan itu bisa dianggap perbuatan melawan hukum. Dan pihak APH harus mengambil tindakan sesuai deliknya. (Vans)

LEAVE A REPLY

Please enter your name here
Please enter your comment!