PURWAKARTA, (BPK).- Legalitas Galuh Pakuan tv (GPTV) sebagai streming television wajib diusut kebenarannya dalam pemeriksaan Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Purwakarta.
Sebab, pada anggaran humas tahun 2017 dialokasikan anggaran sebesar Rp 150 juta untuk membuat perijinan GPTV. Tapi ijinnya tidak bisa dikeluarkan oleh kementerian.
Hal tersebut diungkapkan, mantan anggota DPRD Purwakarta sekaligus sebagai pengamat kebijakan keuangan, Awod Abdul Ghadir, Rabu (10/11/2021).
“Sejak tahun 2017 ijin GPTV ditolak tapi setiap tahun sampai tahun 2020, Pemkab Purwakarta selalu mengalokasikan anggaran GPTV,” katanya.
Oleh karena itu, Awod mendesak Kejari untuk mengusut tuntas dugaan penyalahgunaan anggaran pendapatan dan belanja (APBD) pada pengalokasian anggaran Galuh Pakuan TV (GPTV) yang dimulai sejak tahun 2017.
Pasalnya, setiap tahun sejak tahun 2017 sampai 2020, Pemkab Purwakarta mengalokasikan anggaran GPTV senilai miliaran rupiah yang sampai sekarang tidak jelas wujudnya.
“Kalau anggaran itu untuk membuat streming television, sampai sekarang publik tidak tahu dimana studionya serta peralatan apa saja yang sudah dibelinya,” kata Awod.
Dijelaskan, sejak program GPTV dicanangkan oleh bupati yang terdahulu, banyak kejanggalan dan penyimpangan yang sebenarnya bisa dijadikan jalan untuk mengungkap tabir kasus GPTV.
Dia mencontohkan, lahirnya peraturan Bupati Purwakarta nomor 220 tahun 2016 tentang besaran honorarium dewan pengawas Galuh Pakuan TV kegiatan peningkatan kinerja pertelevisian di lingkungan UPTD LLPL, radio dan televisi dinas komunikasi dan informatika tahun Anggaran 2017.
Padahal, Dinas Komunikasi dan Informatika baru dibentuk tahun 2018, sedangkan anggaran berdasarkan Perbup nomor 220 tahun 2016 diletakan di anggaran Setda di bagian Humas Pemkab Purwakarta.
“Awalnya saja sudah salah. Masa membuat Perbup bertentangan dengan Perda,” ujarnya.
Dalam APBD tahun 2017, untuk GPTV dialokasikan anggaran untuk peningkatan kinerja pertelevisian sebesar Rp 1.210 miliar, pengadaan kelengkapan GPTV Rp 275 juta, pengadaan peralatan GPTV Rp 378 juta, pengadaan peralatan GPTV Rp 200 juta, pengadaan alat pemancar Rp 600 juta.
Setelah itu, kata Awod, Pemkab setiap tahun mengalokasikan anggaran untuk peningkatan kinerja GPTV dengan penjabaran belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal.
“Pola seperti itu diulang setiap tahun untuk menguras anggaran guna mengadakan kegiatan yang tidak jelas alias fiktif,” tandas Awod.
Seperti diberitakan sebelumnya, pengamat kebijakan keuangan daerah menilai pengalokasian anggaran peningkatan kinerja GPTV dalam tahun anggaran 2020 sebesar Rp 1.080.000.000,- patut menjadi bahan diskursus para ahli anggaran.
Pasalnya, dalam konsideran anggaran peningkatan kinerja untuk penjabaran anggaran belanja modal dan jasa sebesar Rp 602.300.000 lebih besar dibandingkan belanja pegawai Rp 365.900.000.
Demikian disampaikan Ketua Pusat Pengkajian Pembangunan Purwakarta (KP4) Budi Pratama dan mantan bangar DPRD Purwakarta Awod Abdul Ghadir ketika dihubungi secara terpisah.
Menurut Awod Abdul Ghadir, selama menjadi anggoa dewan belum pernah mendapatkan usulan konsideran untuk peningkatan kinerja penjabaran belanja barang dan jasa melebihi belanja pegawai.
” Ini sangat tidak masuk akal ada konsideran peningkatan kinerja tapi belanja barang dan jasa melebihi belanja pegawai. Ini juga perlu mendapatkan kajian dari pihak kejaksaan yang tengah mendalami anggaran GPTV ini,” kata Awod.
Selain itu, Awod menambahkan, patut diduga pengalokasian GPTV sejak tahun 2016 sampai tahun 2020 merupakan kegiatan fiktif.
“Ini juga aneh, setiap tahun dialokasikan anggaran untuk GPTV tapi barangnya tidak ada,” jelasnya. (Vans)