KETAPANG KALBAR, (BPK).- Exsen Perencanaan dari awal hingga selesai, Konon proyek Rumah Adat Melayu (RAM) akan di klontorkan Dana sebesar Rp.43 Milyar, faktanya pada tahun 2019 dianggarkan melalui kantong Keuangan bersumber APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) Kab.Ketapang Kalimantan Barat (Kalbar) senilai Rp.1.435.450.000. Tender dimenangkan dan dikerjakan CV. Cahaya Mulia Pratama, Pemilik Proyek adalah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Ketapang Kalbar, ironisnya Kepala Dinas sebagai PA dan Rangkap Jabatan sebagai PPK, serta berlanjut dianggarkan kembali pada tahun 2020 senilai Rp 938.535.000, untuk Pembangunan Tiang pancang sebanyak 40 titik tiang pondasi pada pembangunan RAM Tahun 2020 lanjutan dari tahun 2019. Embusan Korupsi Perencanaan sisteamatis struktur hingga pelaksanaan pengadaan proyek Rumah Adat Melayu (RAM) memakan biaya pembangunan yang cukup Fantatis dan hasil tidak optimal dari efektifitas dan efisiensi penggunaan dengan dana sebesar ± Rp 2 Milyar. Kualitas fisik sebuah Proyek meliputi kegiatan pengadaan kebutuhan barang/jasa melalui pembelian menghasilkan dokumen perencanaan, bahwa Pengguna Anggaran (PA) memiliki tugas dan wewenang menetapkan rencana pengadaan secara luas, rencana lelang dan tindak lanjut kerja tahapan pengadaan barang/jasa dan pelaksanaanya, terindikasi bentuk potensi penyimpangan pola beraroma Korupsi tahapan Lelang, perencanaan, pengadaan, RAB, Juklak dan Juknis yang bersifat mengada-ada, terindikasi proyek Rumah Adat Melayu Proyek pesanan, tanpa evaluasi kebutuhan dari proses penganggaran sebelumnya berkaitan dengan system penganggaran, Penggelembungan anggaran (biaya, volume, bahan dan kualitas berkaitan dengan system penganggaran). Pengadaan yang tidak realistis Disinyalir Proyek rekanan yang telah tahu lebih dahulu yang dapat siap mengikuti tender. Pengadaan yang mengarah pada produk/spek tertentu menutup peluang mengarah pada PL/rencana pengadaan diarahkan/rekayasa pemaketan untuk di Korupsi terarah dan sisteamatis. Pasalnya proyek tersebut menyisakan kesan laksana padang tekukur dan kuburan tak bertuan, yang ada hanya semak belukar (hutan belantara) berbentuk fisik Mar-Up.
Tim Liputan RN konfirmasi mempertanyakan nama Proyek dan siapa pemilik proyek tersebut kepada warga setempat yang biasa dipanggil Pak Uti pada hari kamis,27/05/21. Dikatannya “Ini Proyek Rumah Adat Melayu punya Pak Junai kite yang anggota dewan dan jadi calon Bupati pada pilkada kemarin.” Apakah Pak Uti tau kenapa kegiatan proyek ini tidak selesai? Dijawab Pak Uti,” Penganggaran proyek ini bertepatan dengan Pilkada saat itu, jadi kemungkinan gimana-gimana dananya gak turun ato gimana gitu sehingga proyeknya jadi terbengkalai. Tim Liputan RN kejar pertanyaan,” Apakah Pak Uti tau ada berapa tahap penganggaran dana untuk proyek ini? “ Ada 2 tahap, yang pertama untuk pembebasan lahanlah dan yang tahap kedua ya ini penancapan beton ini. “Apakah Pak Uti tau berapa besar anggaran yang dikucurkan untuk Proyek Rumah Adat Melayu ini Pak? “ Menurut informasi yang saya dengar, dananya ± 2M dengan tanah ato apelah, kite dak taulah. “Apa harapan Pak Uti dan warga setempat terhadap pembangunan proyek Rumah Adat Melayu ini? “Harapan kami proyek pembangunan Rumah Adat Melayu ini diteruskan sesuai dana yang sudah dikucurkan oleh Pemerintah. Jujur kami sangat kecewa dengan terbengkalainya pembangunan Proyek Rumah Adat Melayu ini, sedangkan dana yang sudah dikeluarkan Pemerintah bukan kecil-kecil dan nilainya cukup besar,”ungkapnya Pak Uti warga setempat. KPK dan Polri diminta periksa intensif korupsi proyek Rumah Adat Melayu di Kab. Ketapang Kalbar. Selanjutnya sekian banyak kegiatan proyek Rumah Adat di Kab. Ketapang dengan modus mengatasnamakan adat melayu dan adat, kira sudinya penegakan hukum mengambil langkah sinsiatif mengaudit dan memeriksa secara intensif dan tidak menutup kemungkinan korupsi dari tahap tender pangadaan hingga pelaksanaan berpotensi disinyalir korupsi bersama kuasa dan kebijakannya. “Tim Pemburu fakta dan Berita.#*(Red)