Kuningan, beritapemberantaskorupsi.com
Pembangunan menara telekomunikasi setinggi 62 meter di Desa Legokherang,
Kecamatan Cilebak, Kabupaten Kuningan, menuai kontroversi karena diduga
dilakukan tanpa mengantongi izin yang lengkap.
Proyek pembangunan, yang berada di atas lahan seluas 12×12 meter, telah
berlangsung selama sebulan dan hampir selesai meskipun belum memiliki
Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), sebuah syarat utama dalam pembangunan
infrastruktur.
Merujuk kepada regulasi yang ada di Indonesia, pembangunan menara
telekomunikasi tanpa izin lengkap seperti PBG merupakan pelanggaran serius.
Berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 2 Tahun 2008,
setiap pembangunan menara harus melalui serangkaian izin, termasuk Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) yang sekarang telah diubah menjadi Persetujuan
Bangunan Gedung (PBG) sesuai dengan peraturan terbaru.
Pembangunan menara telekomunikasi, khususnya yang setinggi 62 meter,
memerlukan serangkaian izin yang diperlukan untuk memastikan kepatuhan terhadap
peraturan setempat dan standar keselamatan
Izin tersebut biasanya mencakup izin pembangunan menara, yang harus
diperoleh dari instansi terkait yang mengawasi infrastruktur telekomunikasi di
wilayah tersebut. Proses ini dirancang untuk melindungi masyarakat dan
lingkungan, memastikan bahwa konstruksi mematuhi undang-undang zonasi dan tidak
mengganggu ekosistem lokal
Selain itu, proses perizinan melibatkan konsultasi publik, sehingga
memungkinkan penduduk setempat untuk menyuarakan keprihatinan dan pendapat
mereka mengenai dampak struktur terhadap wilayah tersebut. Tanpa izin ini,
legalitas pembangunan menara tersebut dipertanyakan, menyoroti pentingnya
mengikuti protokol yang ditetapkan dalam proyek-proyek penting tersebut.
Tuduhan muncul terkait ketidaklengkapan dokumentasi dan masalah kepatuhan
seputar pembangunan menara telekomunikasi di Desa Legokherang
Laporan menunjukkan bahwa menara tersebut didirikan tanpa mendapatkan izin
yang diperlukan, sehingga menimbulkan kekhawatiran serius mengenai kepatuhan
terhadap standar hukum dan keselamatan
Dokumentasi yang tidak lengkap tidak hanya melemahkan legitimasi pembangunan
namun juga menimbulkan risiko terhadap keselamatan publik dan kepercayaan
masyarakat. Jika saluran yang tepat tidak diikuti, hal ini dapat
mengindikasikan pengabaian terhadap persyaratan peraturan, yang berpotensi
menimbulkan komplikasi lebih lanjut jika menara tersebut diketahui melanggar
undang-undang setempat. Situasi ini menekankan pentingnya kepatuhan menyeluruh
selama proses konstruksi untuk menghindari dampak hukum dan menjaga hubungan
masyarakat.
Melewatkan proses perizinan dapat menimbulkan dampak yang signifikan
terhadap masyarakat dan lingkungan setempat Tidak adanya izin yang tepat dapat
menimbulkan dampak buruk, seperti degradasi lingkungan, terganggunya habitat
satwa liar setempat, dan dampak negatif terhadap kesehatan dan keselamatan
masyarakat. Selain itu, ketika warga merasa pendapat dan kekhawatirannya tidak
diperhatikan karena tidak adanya transparansi dalam proses perizinan, maka hal
tersebut dapat menumbuhkan ketidakpercayaan antara masyarakat dan pengembang.
Ketidakpercayaan ini dapat mengakibatkan kemarahan masyarakat, protes, atau
tuntutan hukum terhadap proyek, yang mencerminkan ketidakpuasan yang lebih luas
terhadap praktik tata kelola dan peraturan. Pada akhirnya, konsekuensi dari
mengabaikan proses perizinan tidak hanya sekedar masalah hukum, namun juga
berdampak pada kohesi masyarakat dan pengelolaan lingkungan hidup.
(Team)
Editor : Firman