PURWAKARTA, (BPK).- Adanya hutang di masa kepemimpinan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi kepada pemerintahan desa sebesar Rp 71,7 miliar menjadi sorotan sejumlah kalangan.
Bahkan Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika memberikan pernyataan yang menohok tentang pengelolaan keuangan di jaman Dedi Mulyadi sangat buruk.
Dan Ambu Anne mengaku tidak akan membayarkan hutang DBHP dua tahun yang dipakai mantan bupati Dedi Mulyadi.
Ketua Pusat Pengkajian Pembangunan Purwakarta, Budi Pratama mengatakan masalah hutang Pemkab Purwakarta kepada pemerintahan desa itu berasal dari Dana Bagi Hasil Pajak dan Restribusi Daerah (DBHP dan RD) tahun 2016-2017 sebesar Rp 47,2 miliar dan DBHP dan RD tahun 2018 sebesar Rp 24,4 miliar.
Pihaknya mempertanyakan kalau di sisi anggaran DBHP dan RD tahun 2016-2017 dan DBHP tahun 2018 yang totalnya mencapai Rp 71,7 miliar sudah terserap.
Namun tidak diserahkan kepada pemerintahan desa, berarti dana tersebut diduga terpakai atau dialihkan untuk kegiatan lain.
“Ini merupakan bukti adanya dugaan penyalahgunaan APBD dan aparat penegak hukum harus pro aktif menyikapi masalah tersebut,” kata Budi Pratama.
Dikatakan, permasalahan hutang DBHP dan RD sekarang telah menjadi konsumsi politik, padahal seharusnya menjadi kasus hukum.
Bahkan, sebelumnya aktivis anti korupsi di Purwakarta sudah membuat laporan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), salah seorang kepala desa mengakui
DBHPRD mulai diluncurkan pemerintah daerah pada tahun 2015 lalu.
Namun pada saat awal peluncuran saja, semua desa di Purwakarta hanya menerima 40% saja dan sisanya termasuk untuk tahun 2016, 2017 dan 2018 tidak pernah diterima lagi.
Besaran DBHPRD 10%
Seperti diketahui, Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah.
Pengalokasian DBHPRD memang sudah ada ketentuannya. Yakni, besarnya BPHRD paling sedikit 10 persen dari realisasi penerimaan pajak dan retribusi daerah tahun sebelumnya. Kemudian untuk pembagian BPHRD, sebesar 60 persennya dibagi rata kepada seluruh desa.
Sedangkan sisanya 40 persen dibagi secara proporsional realisasi penerimaan hasil pajak dan retribusi dari desa masing-masing.
Dana Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah bisa dipakai untuk penataan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah desa.
Misalnya, untuk menyertifikatkan status tanah desa serta penyusunan sistem informasi pertanahan berbasis bidang. Dana dari BPHRD bisa digunakan untuk menambah aset desa yang dianggarkan pada belanja modal. (Vans/*)