PURWAKARTA, (BPK).- Aparat penegak hukum harus turun tangan mengusut aroma tidak sedap mengenai ketidakhadiran 22 anggota dewan dalam pembahasan Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Kabupaten Purwakarta TA 2021 dan Raperda tentang Tata Kelola Prasarana, Sarana dan Utilitas pada Perumahan dan Pemukiman.
Pasalnya, ditengarai anggota dewan yang tidak hadir diberi uang pengganti sebesar Rp 10 juta. Dana sebesar Rp 220 juta itu diberikan oleh seseorang yang berpengaruh kepada anggota dewan dimana uang tersebut pinjaman dari seorang pengusaha.
Ketua Pusat Pengkajian Pembangunan Purwakarta (KP4) Budi Pratama, Minggu (18/9/2022) mengatakan setelah 22 anggota dewan tersebut dihubungi oleh orang yang berpengaruh di Purwakarta kemudian dikumpulkan di sebuah cafe di Purwakarta.
Setelah mereka berkumpul, kemudian diajak ke sebuah hotel di Kawasan Kota Bukit Indah, Purwakarta.
“Diduga uang sebesar Rp 220 juta yang merupakan uang pinjaman sudah disiapkan dan di hotel tersebut berlangsung transaksi penyerahannya. Satu anggota dewan diberi uang pengganti sebesar Rp 10 juta,” katanya.
Menurutnya, dalam Undang-undang nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 disebutkan gratifikasi merupakan bagian dari korupsi.
Dijelaskan, dalam Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, bahwa gratifikasi merupakan pemberian dan dalam arti luas yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat(discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, pengobatan Cuma-Cuma, dan fasilitas lainnya.
“Adapun Peraturan yang mengatur tentang gratifikasi itu ada pada pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No.20/2001 yang berbunyi setiap gratifikasi pada pegawai negri atau penyelenggara Negara dianggap pemberian suap,apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,” jelas Budi. (Vans/*)