Kuningan, Beritapemberantaskorupsi.com – Pertumbuhan minimarket di Kabupaten Kuningan semakin memprihatinkan, khususnya bagi para pedagang kecil yang kian terpinggirkan. Berdasarkan data terkini, terdapat total 190 minimarket yang tersebar di wilayah Kuningan, dengan rincian 100 gerai Alfamart, 30 gerai Alfamidi, dan 60 gerai Indomaret. Jumlah ini tidak hanya menggeser pasar tradisional yang semakin berkurang, tetapi juga memicu kesenjangan ekonomi di tengah masyarakat Kuningan.
Ketua LSM Frontal, Uha Juhana, menyampaikan kritik keras terkait fenomena ini. Menurutnya, keberadaan minimarket yang dikuasai modal besar telah melumpuhkan ekonomi masyarakat kecil yang bergantung pada pasar tradisional dan warung-warung kecil. “Maraknya minimarket ini membuat banyak pedagang kecil kehilangan mata pencaharian mereka, padahal banyak dari mereka yang hanya bergantung pada usaha kecil ini sebagai sumber penghidupan,” ungkap Uha Juhana. Ia menilai fenomena ini semakin mengukuhkan ketimpangan sosial dan menambah angka kemiskinan di Kuningan.
Sorotan juga mengarah kepada para pejabat yang diduga memiliki kepentingan dalam bisnis minimarket tersebut. Salah satunya adalah Dian Rachmat Yanuar, mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kuningan sekaligus Ketua Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah (TKPRD), yang disebut-sebut memiliki sejumlah gerai Alfamart atas nama keluarga. “Dian, yang dulu memiliki kewenangan dalam pengaturan perizinan daerah, justru memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi,” tegas Uha Juhana.
Menurut Uha, tindakan Dian yang merangkap sebagai pejabat sekaligus pengusaha dinilai tidak pantas dan mencederai kepercayaan masyarakat. “Ini bukan hanya soal bisnis pribadi, tetapi soal aji mumpung, memanfaatkan jabatan untuk memperkaya diri. Hal ini tidak sepatutnya dilakukan oleh seorang yang ingin menjadi pemimpin daerah,” kata Uha.
Dugaan adanya praktik pencucian uang melalui kepemilikan minimarket juga menjadi perhatian LSM Frontal. “Kami meminta aparat penegak hukum untuk menyelidiki dugaan penyamaran kekayaan pejabat daerah di Kabupaten Kuningan ini sesuai dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Nomor 8 Tahun 2010,” jelas Uha. Ia berharap bahwa kepemilikan bisnis para pejabat, yang diduga tidak tercantum dalam laporan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara), dapat diperiksa secara transparan oleh KPK dan PPATK.
Situasi ini, menurut Uha, adalah contoh dari kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat kecil. “Alih-alih melindungi masyarakat, pemerintah daerah terkesan mengabaikan dampak negatif dari minimarket yang menjamur. Bukannya menekan kemiskinan, minimarket ini justru memperburuk kesejahteraan masyarakat kecil,” pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak pemerintah daerah atau Dian Rachmat Yanuar terkait dugaan tersebut. Namun, masyarakat Kuningan dan sejumlah LSM menunggu langkah tegas dari aparat penegak hukum untuk memastikan keadilan dan perlindungan bagi pedagang kecil di Kuningan. ( Ka – Biro GUNTUR)