Kuningan, Beritapemberantaskorupsi – Pemerintah Kecamatan Cilebak, Kabupaten Kuningan, menggelar kegiatan sosialisasi sadar hukum bertema “Perselingkuhan dan Perzinahan dalam Perspektif Hukum” pada Kamis, 31 Oktober 2024.

Acara yang dihadiri jajaran Forum Komunikasi Pimpinan Kecamatan (FORKOPINCAM), pemerintah desa, dan kepala sekolah dasar negeri (SDN) ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai aturan hukum terkait perselingkuhan serta dampak hukumnya.

Sebagai pemateri utama, Bambang L.A Hutapea, S.H., M.H., C.Med., dari Kantor Hukum Bambang Listi Law Firm, menjelaskan secara mendalam mengenai Pasal 284 KUHP, yang menjadi dasar pidana bagi pelaku perzinahan.

Menurut Bambang, sosialisasi ini penting karena masih banyak masyarakat yang belum memahami perbedaan antara perselingkuhan dalam konteks sosial dan hukum.

Bambang menekankan bahwa dalam KUHP, perzinahan dikenal sebagai “overspel” dan bukan sekadar perselingkuhan biasa.

Dimana di pasal 284 KUHP menyebutkan bahwa perbuatan zina melibatkan orang yang sudah menikah dan bersifat delik aduan, artinya hanya bisa dituntut jika ada pengaduan dari pasangan yang dirugikan.

“Dalam praktiknya, kasus perzinahan tidak bisa sembarangan dilaporkan kecuali pihak yang dirugikan mengajukan pengaduan resmi. Ini untuk mencegah tuntutan tanpa dasar yang kuat,” kata Bambang.

Selain itu, ia juga mengingatkan bahwa pengaduan dalam kasus ini bersifat absolut, di mana kedua belah pihak harus dilaporkan secara bersamaan jika terjadi perzinahan.

Bambang menambahkan bahwa pengaduan hanya bisa ditarik selama belum dimulai sidang pengadilan, sehingga masyarakat perlu mempertimbangkan matang-matang sebelum melapor.

Selain ketentuan dalam KUHP, sosialisasi ini juga menyoroti hukum Islam dan hukum adat terkait perzinahan, yang mana dalam hukum Islam, perzinahan merupakan dosa besar dan dapat dijatuhi hukuman berat baik di dunia maupun akhirat.

Sedangkan dalam hukum adat di beberapa daerah di Indonesia, ada berbagai bentuk sanksi untuk perbuatan zina, mulai dari denda uang, hewan ternak, hingga ritual tertentu. “Hukum adat juga diakui negara sebagai bagian dari sistem hukum yang menghargai kearifan lokal,” tutur Bambang.

Dalam paparannya, Bambang juga menyoroti ancaman hukum terhadap penyebar informasi palsu atau fitnah tanpa bukti kuat. Berdasarkan KUHP dan Undang-Undang ITE, menyebarkan tuduhan palsu tanpa dasar yang jelas bisa berakibat pada pidana pencemaran nama baik, dengan ancaman hukuman hingga empat tahun.

Hal ini penting diketahui agar masyarakat tidak sembarangan menyebarkan isu tanpa bukti yang sah.

Sebagai bagian dari materi sosialisasi, Bambang juga menjelaskan hak-hak perangkat desa yang telah diatur dalam Permendagri Nomor 67 Tahun 2017.

Menurutnya, perangkat desa hanya dapat diberhentikan karena beberapa alasan yang sah, seperti usia, kondisi kesehatan, atau pelanggaran hukum yang sudah berkekuatan hukum tetap.

“Hak-hak perangkat desa dijamin oleh hukum, sehingga pemberhentian mereka tidak bisa dilakukan dengan semena-mena,” jelasnya.

Acara sosialisasi ini diharapkan dapat mendorong kesadaran hukum masyarakat Kecamatan Cilebak agar lebih memahami hak dan kewajiban mereka di mata hukum.

Salah satu kepala desa yang hadir menyatakan bahwa, “Sosialisasi seperti ini sangat penting bagi masyarakat, khususnya dalam mencegah permasalahan yang merusak keharmonisan sosial.”

Sosialisasi diakhiri dengan sesi diskusi, di mana masyarakat dan peserta lainnya mendapatkan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan langsung kepada pemateri terkait kasus yang sering terjadi di lingkungan mereka. (Ka – Biro GUNTUR )

LEAVE A REPLY

Please enter your name here
Please enter your comment!