Kuningan, Beritapemberantaskorupsi.com – Kasus dugaan penyalahgunaan anggaran kembali mencuat di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) dan Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), Dian Rachmat Yanuar, dituding melakukan penyalahgunaan Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 94 miliar. Laporan tersebut diungkap oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Front Reformasi Total (FRONTAL), yang menyebut ada bukti kuat pengelolaan anggaran yang tidak sesuai dengan peruntukannya dan merugikan kepentingan publik.
Ketua LSM FRONTAL, Uha Juhana, menegaskan bahwa dugaan korupsi ini berkaitan dengan penyalahgunaan kewenangan dalam penyusunan dan pengelolaan anggaran, termasuk perubahan sepihak anggaran tanpa persetujuan DPRD. “Kami menemukan indikasi bahwa anggaran sebesar Rp 94,6 miliar yang seharusnya dialokasikan untuk pendidikan, kesehatan, dan pembangunan infrastruktur justru tidak dapat dipertanggungjawabkan. Ini adalah pengkhianatan terhadap rakyat Kuningan,” ujar Uha kepada media ini, Selasa (19/11/2024).
Dari dokumen yang diperoleh, Dana Alokasi Umum 2024 Kabupaten Kuningan sejatinya telah disahkan pada 30 November 2023 dengan perincian:
- Penggajian Formasi PPPK:
Rp 1.072.467.000 - Pendanaan Kelurahan:
Rp 3.000.000.000 - Bidang Pendidikan:
Rp 46.440.714.000 - Bidang Kesehatan:
Rp 25.126.648.000 - Bidang Pekerjaan Umum:
Rp 19.025.595.000
Namun, setelah dilakukan konfirmasi ke berbagai dinas terkait, seperti Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, dan Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR), tidak ada satupun yang mengetahui realisasi anggaran tersebut. “Dinas-dinas ini bahkan tidak memiliki data lengkap tentang penggunaan anggaran. Semua pihak yang kami tanyai menunjuk TAPD sebagai pihak yang mengetahui detailnya,” ungkap Uha.
Menurut laporan FRONTAL, Dian Rachmat Yanuar diduga melakukan perubahan anggaran secara sepihak setelah APBD 2024 disahkan. Lebih ironisnya, perubahan ini terjadi sebelum Pj. Bupati Kuningan, Iip Hidajat, dilantik pada 4 Desember 2023. “Proses perubahan anggaran tanpa persetujuan DPRD adalah pelanggaran hukum yang serius. Ini membuktikan adanya penyalahgunaan kekuasaan di level eksekutif,” tegas Uha.
Laporan FRONTAL juga mengungkap keberadaan kelompok informal bernama “Tim 9,” yang beranggotakan pejabat eselon II, termasuk Asda II Deden Kurniawan Sopandi dan mantan ajudan Sekda, Erlando Pratama Tiantra. Tim 9 ini diduga merancang pengelolaan anggaran DAU secara tertutup dan tidak transparan.
“Tim 9 ini bekerja layaknya organisasi bayangan di dalam birokrasi. Mereka mengambil keputusan strategis terkait anggaran tanpa pengawasan dan transparansi. Dugaan kami, mereka terlibat dalam praktik kickback dari proyek-proyek yang didanai DAU,” tambah Uha.
Penyalahgunaan anggaran ini tidak hanya menjadi pelanggaran administratif, tetapi juga menghambat pembangunan yang sangat dibutuhkan masyarakat. Beberapa program yang seharusnya menjadi prioritas, seperti infrastruktur, penanganan stunting, dan pengurangan pengangguran, terhenti atau tidak terlaksana.
“Dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan jalan, pelayanan kesehatan, dan pendidikan justru dialihkan untuk kepentingan kelompok tertentu. Ini adalah bentuk kejahatan yang tidak hanya merugikan negara, tetapi juga menghentikan kemajuan yang seharusnya dinikmati oleh masyarakat,” lanjut Uha.
Akibat penyalahgunaan ini, Kabupaten Kuningan gagal memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) di berbagai sektor. Infrastruktur rusak tidak diperbaiki, sementara layanan pendidikan dan kesehatan tidak optimal.
FRONTAL menuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera turun tangan untuk menyelidiki kasus ini. “KPK harus memeriksa seluruh proses pengelolaan DAU dan anggaran lainnya. Kami menduga, skandal ini melibatkan lebih banyak pihak selain Dian Rachmat Yanuar dan Tim 9,” seru Uha.
FRONTAL juga meminta KPK untuk memprioritaskan penyelidikan atas dugaan perubahan anggaran yang dilakukan tanpa mekanisme resmi. “Jika ditemukan bukti kuat, KPK harus menetapkan Dian Rachmat Yanuar sebagai tersangka. Kami tidak akan berhenti mengawal kasus ini hingga tuntas,” tegas Uha.
Uha menyatakan bahwa skandal ini adalah bukti nyata bobroknya pengelolaan anggaran daerah. Ia berharap penegakan hukum yang tegas dapat menjadi pelajaran bagi pejabat publik lainnya.
“Ini saatnya membuktikan bahwa keadilan masih bisa ditegakkan di negeri ini. Kami tidak akan tinggal diam hingga para pelaku korupsi ini mendapatkan hukuman setimpal,” pungkasnya.
Sebagai tindak lanjut dari temuan tersebut, FRONTAL telah melaporkan dugaan penyalahgunaan anggaran ini kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan nomor bukti laporan 2024-A 04115 pada tanggal 19 November 2024. (Ka – Biro GUNTUR)