PURWAKARTA, (BPK).- Unproporsional Pemagangan dan Upah Buruh dibawah UMK, lolos pantau atau pembiaran???Bentuk dan ragam eksploitasi tenaga kerja sudah pada fase sangat memprihatinkan.
Mereka akan sangat miskin permanen.Justifikasi atas kondisi ini adalah “daripada sama sekali tidak bekerja” dan “saat ini kondisi perusahaan sedang sulit”.
Potret kelam ketenagakerjaan adalah membayar upah dibawah UMK. Ada Perusahaan yang terang-terangan membayar upah dibawah UMK, dan ada yang dikemas “Tenaga Pemagangan”.
Pantauan Komunitas Madani Purwakarta (KMP), ada 19 industri manufaktur dan 7 rumah sakit yang membayar upah karyawan dibawah UMK.
Beberapa industri manufaktur yang diduga menggunakan tenaga Pemagangan nyaris 60%.Unproporsional Pemagangan telah mengangkangi Permenaker nomor 6 Tahun 2020, yang seharusnya maksimal 20% dari jumlah total karyawan.
Apakah konsekuensi hukum atas unproporsional Pemagangan ini? Tanya awak media.Zaenal menjelaskan, bahwa 40% kelebihan tersebut harus diperlakukan dengan upah UMK.
“Dan harus dibayar rapel/akumulasi selama masa kerjanya, sebagaimana amanat Pasal 189 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Jo Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020,” kata Zaenal.
Unproporsional Pemagangan ini telah mengangkangi Pasal 89 dan Pasal 90 jo Pasal 185 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 jo Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 dengan ancaman kurungan 4 tahun penjara dan denda sampai 400.000.000,-.
Awak media kembali mencecar Zaenal dengan pertanyaan, siapa atau dinas apa yang berkompeten dalam kasuistik ini?Zaenal menyampaikan bahwa institusi yang mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam pemberdayaan pengawasan adalah DISNAKER melalui UPTD Pengawasan Ketenagakerjaan.
“Bahkan mereka harus melakukan Penegakan Hukum Ketenagakerjaan, dan bekerjasama dengan pihak terkait,” ujarnya. (Red)