SUMSEL, (BPK).- Dalam massa pandemi Covid 19 seluruh Dunia sangat menghawatirkan virus berbahaya yang belum juga menemukan obatnya.
Hal itu,Presiden Joko Widodo menghimbau untuk bantuan covid 19 segera terealisasi untuk Penanganan Covid 19 yang saat ini dipantau oleh KPK.
Sebaliknya, dugaan korupsi penggunaan dana kesehatan penanganan Covid-19 Provinsi Sumatera Selatan sebesar Rp 84,7 Miliar kini bermunculan.
Desakan ini untuk memperjelas untuk apa saja dana tersebut digunakan setelah keluar pernyataan Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Sumsel Lesty Nuraini bahwa dana tersebut hanya cukup digunakan hingga Juni 2020.
Pasalnya, untuk mengusut dana tersebut disuarakan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Palembang, Bony Balitong, menuturkan, setelah mendengar bahwa dana sebesar Rp 84,7 Miliar telah digunakan dan hampir habis untuk penanganan Covid-19.
‘’Sampai saat ini masyarakat tidak tahu berapa jumlah sebenarnya secara jelas dan terperinci yang digunakan untuk penanganan kasus Covid-19 ini.
Ironisnya,Masyarakat juga tidak tahu berapa bantuan yang sudah disalurkan ke masyarakat diluar dari bantuan Pusat dan dalam bentuk apa. Seharusnya hal ini dipaparkan secara jelas. Jangan sampai timbul tuduhan atau fitnah nantinya,’’ ujar Boni, kepada salah satu media online Selasa (16/6/2020).
Ali Sopyan menambahkan, Perpu Corona yang menjadi undang undang untuk melaksanakan penanganan Covid-19 bukanlah tameng untuk melakukan korupsi dana Covid-19.
“Salah penyaluran dan peruntukan diberikan imunitas karena kondisi darurat, tetapi mark-up harga alat-alat dan penggunaan atas nama pribadi itu jelas tindak pidana dan harus dihukum seberat-beratnya,’’ ujarnya.
MAKI, menurut Boni, mengajak seluruh elemen masyarakat mendesak Badan Pemeriksa Keuangan Pusat (BPKP) Sumsel melakukan pemeriksaan secara jelas penggunaan dana Covid-19 dan mengumumkannya hasil audit penggunaan dana tersebut.
Sementara itu, Pengamat Sosial dan Politik Sumsel Bagindo Togar Butar Butar, menyatakan, tanggung jawab pemerintah daerah harus ada transparansi terhadap anggaran dana Covid-19. Artinya persoalan anggaran untuk recofusing dan realokasi anggaran harus jelas peruntukannya.
“Sebenernya bukan ada tekanan dari kelompok lain, pengamat ataupun para ahli yang tahu soal anggaran, jadi persoalan anggaran untuk recofusing, realokasi harus jelas, seperti besaran anggaran, waktunya, peruntukannya, tanggung jawabnya, kebutuhan, dan penerimanya juga harus jelas, karena ini wajib,” ungkap Bagindo.
Menurutnya, dengan adanya undang-undang keterbukaan publik, pemerintah tidak ada alasan untuk mengelak, yang terpenting bagaimana adanya refresentasi unsur-unsur transfaran, akuntable dan integritasnya, karena hal tersebut merupakan prinsif yang harus di lakukan oleh pemerintah.
Jadi dalam mengolah anggaran Covid ini harus terbuka, transparan dan akuntable, karena apa yang akan digunakan dan sudah digunakan oleh pemerintah harus jelas peruntukannya,” ucapnya.
Namun, sekarang ini bukan tekanan dari kelompok diluar pemerintah, dan ini memang wajib, karena ada intansi seperti BPKP, BPK dan laporan internal lewat inspektorat masing-masing yang memang harus disampaikan oleh pemerintah dengan atau tanpa tekanan.
“Apalagi ada satu pos, satu aplikasi, gugus tugas anggaran yang menyoroti dan melapirkan ke publik secara detail dan mampu di update secara terbuka. Dari awal 3 bulan yang lalu sudah kita sampaikan, tolong siapkan satu aplikasi tentang pos anggaran dan penggunaan dana penanggulangan covid-19,” ujarnya.
“Hal ini,diduga pemerintah provinsi sampai kabupaten kota di Sumsel diduga tidak transparansi, yang seharusnya bisa diterima oleh masyarakat luas tidak bisa direalisasikan, padahal kalau itu bisa direalisasi akan lebih bagus untuk kedepannya, sebab ini menyangkut kredibilitas pemerintah,” tandasnya.
Belum lama ini, Kepala Dinas Kesehatan Sumsel, Lesty Nuraini, mengutarakan, dana penanganan Covid 19 yang disiapkan Pemerintah Provinsi Sumsel sebesar Rp 84,7 miliar sejak Maret 2020 akan habis akhir Juni ini.
Padahal kasus Covid 19 di Sumssel terus bertambah.
Hingga hari ini Selasa (15/6/2020), pasien positif Covid di Sumsel mencapai 1448 kasus dengan penambahan kasus 52 kasus.
‘’Anggaran penanganan Covid-19 Sumsel tidak mencukupi dan hanya sampai Juni.
Kita belum memiliki skema pendanaan untuk Juli mendatang,’’ tegasnya seperti yang beredar di beberapa media massa.
Lesty menjelaskan, dana sebesar itu sekitar 90 persen telah digunakan Gugus Tugas Covid 19 untuk membeli Alat Pelindung Diri (APD), tracking, rapid test.
“Hingga pengadaan alat Polymarese Chain Reaction (PCR) yang memperkuat laboratorium di Sumsel, plus pembiayaan serta treatment,’’ jelas dia.
Dana tersebut, lanjut Lesty, digunakan juga untuk penanganan Pasien Dengan Pengawasan (PDP) dan Orang Dalam Pantauan (ODP) yang berada di Wisma Atlet Jakabaring. ‘’Jumlah pasien yang dirawat disana mencapai ratusan dan menyebabkan pihak medis menggunakan banyak APD,’’ ungkapnya.
Lesty menambahkan, dana terbesar juga dikeluarkan untuk pengadaan Reagen, yakni cairan sebagai komponen pemeriksaan PCR.
‘’Beberapa laboratorium sempat kekurangan Reagen sebab Pemerintah Pusat hanya mengirimnya terbatas.
Bantuan Pusat untuk Laboratorium BBLK Palembang tidak mencukupi, apalagi kita sudah ada tiga laboratorium selain BBLK yakni Rumah Sakit Pusri dan RSMH Palembang,’’ tegasnya.
Diminta Pihak Tipikor Mabes Polri Dapat Segera Periksa Dana Covid 19 Sumsel,diduga sudah Merugikan Negara sebesar Rp 84,7 miliar. (tim)